Sabtu, 23 April 2011

Mengatur Penghawaan Alami untuk Arsitektur

sains arsitektur
Lancarnya aliran udara di dalam bangunan merupakan salah satu faktor penting yang dapat mendukung kenyamanan penggunaan. Oleh karena itulah peralatan listrik untuk mendukung penghawaan buatan diproduksi dan dikembangkan dengan perbaikan teknologi yang mutakhir. Peralatan listrik yang disebut ’air conditioner’ atau AC tersebut demikian tinggi fluktuasi inovasi teknologinya mulai dari sistem sampai dengan pengecilan daya yang ditawarkan. Di sisi lain, bangunan ramah lingkungan yang tidak menggunakan penghawaan buatan juga perlu pula untuk dipelajari dan dikembangkan teknologinya. Penggunaan penghawaan alami yang baik menjamin efisiensi biaya operasional bangunan serta mempertinggi naturalitas yang berpengaruh pada kualitas arsitektural.


Pada dasarnya penghawaan alami di dalam bangunan merupakan jaminan akan adanya aliran udara yang baik dan sehat dengan kesejukan yang sewajarnya. Untuk mendapatkan penghawaan yang baik perlu dirancang bentuk, elemen dan detail arsitektur yang bertujuan mengoptimalkan aliran udara sejuk. Pertimbangan utama dalam perancangan optimalisasi penghawaan alami adalah dengan menganalisis datangnya arah angin.

Secara umum angin memiliki arah yang dipengaruhi iklim makro. Sebagai contoh di wilayah Indonesia angin dalam iklim makro megalir dari arah Tenggara ke Barat Daya. Namun demikian iklim mikro yang dipengaruhi cuaca dan bentuk-bentuk di sekitar bangunan akan lebih mempengaruhi aliran angin tersebut. Ada teori penataan masa bangunan yang di buat berselang-seling hingga aliran angin dapat lebih lancar tanpa tertutupi salah satu bangunan. Bentuk lain dari pengelolaan lingkungan sekitar bangunan adalah rancangan tangkapan angin dengan masa bangunan yang menyudut hingga mengarahkan angin lebih keras.

Untuk penataan ruang dalam bangunan juga dapat diatur hingga ada aliran angin dari lokasi ruang yang dingin menuju ke lokasi ruang lain yang panas. Hal ini perlu dipahami dengan ilmu fisika yang menetapkan bahwa udara akan mengalir dari tempat bertekanan rendah pada suhu yang dingin menuju tempat bertekanan tinggi pada suhu yang panas. Jika dalam satu bangunan terdapat ruang panas dibagian atap, sedang ruang dingin di bagian  bawah yang terteduhi pohon atau terdinginkan dengan kolam, maka perlu diatur ruang-ruang diantaranya sehingga menjadi penghubung dua lokasi ruang yang berbeda tekanan dan suhu tersebut. Ruang-ruang antara ini seayaknya memiliki bukaan atau dibuat dengan partisi yang tidak memenuhi dinding sehingga dapat mengalirkan angin.

Dalam kasus tertentu arah angin dapat sejajar dengan dinding, oleh karenanya perlu rancangan detail arsitektur agar membentuk bukaan yang mampu menangkap arah angin tersebut. Sirip-sirip yang diletakkan vertikal di samping jendela akan dengan mudah menangkap angin dan mengalirkannya ke dalam ruang hingga tercapai kesejukan. Dalam satu ruang minimal perlu diletakkan dua jendela dalam posisi yang berjauhan agar terjadi ventilasi silang (cross ventilation).

Perlu diwaspadai pula bahwa angin ini terkadang membawa debu. Lingkungan luar yang penuh dengan perkerasan atau terbuka dengan penutup tanah/pasir berpotensi menerbangkan debu hingga terbawa angin masuk ke dalam bangunan. Untuk mengantisipasi selayaknya di sekeliling bangunan banyak ditanam pepohonan dan rumput sebagai filter debu sekaligus pendingin suhu. Rumput dan tanaman perdu yang terkena debu akan bersih ketika terjadi penyiraman pada dedaunan dan membawa kotoran jatuh ke dalam tanah.


Oleh : Tjahja Tribinuka
Dosen Jurusan Arsitektur ITS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Daftar Blog Saya