Bermula dari kata ‘Theatron’, yakni sebuah tempat yang dirancang khusus untuk sebuah pertunjukan drama, musik, berabad-abad yang lalu, jaman Yunani kuno.
Teater (theatron) mengandalkan system tata suara berdasar pada ruang
pantul dari dinding-dinding yang tinggi. Akustik gedung menjadi andalan
para pemain ketika harus menyajikan sebuah karya. Dapat dipastikan bahwa
penonton disana harus benar-benar bersabar untuk mendapatkan suara dari
para penyaji.
Perkembangan di jaman modern, panggung
pertunjukan semacam theatron tadi mungkin sudah tidak sesuai. Ilmu
pengetahuan tentang akustik dan sifat efisiensi fungsi gedung semakin
berkembang. Kini pada umumnya panggung pertunjukan berbentuk ‘frame’
atau bingkai, persegi, dilihat dari tempat menonton. Ada pemain di atas
panggung, dan ada penonton yang seolah-olah dibatasi oleh batas
terdepan panggung. Panggung yang sering kita temukan di sebuah gedung
pertunjukan itu disebut panggung ‘proscenium’. Selain itu tentunya kita tahu ada jenis panggung lainnya, seperti : panggung terbuka, panggung keliling (mobile), panggung arena, dll.
Nah… sesuai judul topik ini, panggung
pertunjukan bukan layar film. Seringkali para penulis skenario (pemula)
terjebak bahwa itu bisa dipersamakan. Film, di layar lebar atau
televisi, adalah media seni yang paling memungkinkan untuk
mengeksplorasi segala cerita atau adegan. Ia tidak dibatasi oleh ruang
dan waktu. Adegan dalam film bisa terjadi dimana saja, waktu kapan saja,
dan dapat berubah dalam hitungan detik sekalipun.